Upaya Preventif Ketahanan Remaja

5 Transisi Kehidupan Remaja
Mempraktikkan hidup sehat
Untuk menjaga kebugaran fisik, remaja harus rajin berolahraga. Hal ini sangat penting untuk mengoptimalkan perkembangan fisiknya. Selain itu, pola hidup sehat seperti makan makanan yang bergizi serta menghindari asupan yang merugikan kesehatan misalnya merokok, mengkonsumsi makanan cepat saji, narkoba dan sebagainya.
Melanjutkan sekolah
Selama masa anak-anak, orangtua lah yang mengatur dan menentukan pendidikan anak. Setelah remaja memasuki tahap dewasa, maka remaja sudah harus terlibat dalam merencanakan sendiri pendidikannya karena masa depan ada dalam tangannya sendiri. Remaja perlu menentukan pilihan jenis pendidikan dan pekerjaan yang diinginkan dengan mempertimbangkan rencana masa depan dan rencana karir, prestasi akademis dan non akademisnya, bakat dan minatnya, serta lapangan kerja yang tersedia. Remaja perlu merencanakan pengetahuan dan keterampilan apa yang akan diambil sesuai dengan rencana pekerjaan dan karir yang diiinginkannya. Namun setiap remaja juga perlu mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kegagalan. Ada kemungkinan mereka tidak bisa melanjutkan pendidikan, tidak memperoleh pekerjaan yang diinginkan karena belum ada lapangan pekerjaan yang sesuai.
Merencanakan pekerjaan & karir
Salah satu tugas perkembangan remaja di tahap akhir masa remajanya adalah memulai bekerja. Bekerja merupakan salah satu bentuk aktualisasi diri manusia. Ayah Bunda juga berperan dalam membantu remaja bekerja. Di akhir masa remajanya, banyak remaja mengalami kebingungan karena tidak tahu arah. Mereka tidak tahu mau sekolah di bidang apa atau bekerja apa. Anak-anak seperti ini kemudian hanya mengikuti arus saja. Pada dasarnya, banyak sekali kegiatan yang bisa dilakukan orangtua untuk membantu anak mereka siap memasuki dunia kerja. Ketika anak menghadapi kegagalan, jangan menyalahkan dan semakin membuatnya tertekan, melainkan dengarkan dengan penuh perhatian. Berilah semangat dengan cara yang wajar dan tidak berlebihan untuk menerima kegagalannya dan berusaha lagi. Yang terpenting adalah orangtua menyadari bahwa perannya penting dalam mendampingi anak memasuki tahap ini. Jangan pernah membiarkan anak berjalan sendirian mengikuti arus tanpa arah.
Menjadi anggota masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial yang bukan hanya membutuhkan orang lain namun juga membutuhkan interaksi dengan orang lain yang berbeda dengannya.Remaja dan aktivitasnya dalam kehidupan bermasyarakat merupakan masa yang berkaitan dengan pembentukan identitas diri, termasuk identitas kewarganegaraan di antaranya misalnya remaja sudah diakui secara legal sebagai warga negara yang memiliki hak suara dalam proses demokrasi atau bahkan aktif menjadi pengurus remaja
di wilayahnya. Pada fase ini, remaja telah mulai aktif terlibat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Keterlibatan dan partisipasi remaja dalam bermasyarakat akan menciptakan masyarakat yang kompak dan solid.
Nilai dasar fungsi sosial budaya dalam delapan fungsi keluarga sebagai wujud nyata revolusi mental yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat oleh remaja di antaranya adalah:
-
Gotong royong, melakukan pekerjaan secara bersama-sama yang dilandasi oleh sukarela dan kekeluargaan.
-
Sopan santun, perilaku seseorang yang sesuai dengan norma-norma sosial budaya setempat.
-
Kerukunan, hidup berdampingan dalam keberagaman secara damai dan harmonis.
-
Peduli, mendalami perasaan dan pengalaman orang lain.
-
Kebersamaan, adanya perasaan bersatu, sependapat, dan sekepentingan.
-
Toleransi, bersikap menghargai pendirian yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
-
Kebangsaan, kesadaran diri sebagai warga negara Indonesia yang harus menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa.
Memulai kehidupan berkeluarga
Persiapan sebelum menikah menjadi hal yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan keluarga. Untuk memasuki jenjang pernikahan berarti calon pasangan harus siap dengan tugas dan peran baru. Hal tersebut berarti dalam memasuki kehidupan berkeluarga maka calon pasangan harus memiliki persiapan dan perencanaan yang baik. Kesiapan dan perencanaan berkeluarga sangat penting untuk dipelajari karena merupakan dasar dalam membuat keputusan dengan siapa akan menikah, kapan harus menikah, dan kenapa harus menikah. Kesiapan menikah yang baik dari kedua pasangan akan meminimalisir terjadinya ketidakstabilan dalam keluarga bahkan mengurangi risiko terjadinya perceraian.
Pola Hidup Bersih & Sehat
Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran pribadi sehingga keluarga dan seluruh anggota keluarga mampu menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan kesehatan di masyarakat. Sebagai sebuah gerakan, PHBS dilakukan di berbagai tempat aktivitas sehari-hari: di rumah tangga, sekolah, tempat kerja, sarana kesehatan dan tempat umum.
PHBS Di Keluarga
-
Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan yang mendapat pertolongan dari pihak tenaga kesehatan baik itu dokter, bidan ataupun paramedis memiliki standar dalam penggunaan peralatan yang bersih, steril dan juga aman. Dapat mencegah infeksi dan bahaya yang berisiko bagi keselamatan ibu dan bayi yang dilahirkan
-
Pemberian asi ekslusif. Kesadaran mengenai pentingnya asi bagi anak di usi 0 hingga 6 bulan menjadi bagian penting dari indikator keberhasilan praktek perilaku hidup
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)
Menikah adalah bersatunya dengan laki-laki dan perempuan dalam sebuah keluarga melalui pernikahan yang sah, dimana laki-laki menjadi suami dan perempuan menjadi istri. Pernikahan dikatakan sah apabila dilakukan sesuai hukum agama dan kepercayaan serta dicatat sesuai perundang-undangan yang berlaku. Bukti pernikahan dicatat dengan adanya Akta Menikah/Buku Nikah, masing-masing mendapatkan buku nikah. Buku Nikah Suami untuk laki-laki dan Buku Nikah Istri untuk perempuan.
Ketika sudah berkeluarga, suami dan istri akan menjalankan Delapan Fungsi
Keluarga agar keluarga yang dibangun memiliki ketahanan dan kesejahteraan sehingga akan terbangun keluarga yang berkualitas. Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan sebagai calon pasangan yang akan membangun keluarga perlu memiliki kesiapan.
"Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia kekal berdasarkan Tuhan yang maha esa" (UU Pernikahan Nomor I Tahun 1974 Bab I Pasal I)
10 Dimensi Kesiapan Berkeluarga
Kesiapan Usia
Kesiapan menikah dapat dilihat dari segi usia ideal pasangan. Untuk wanita menikah, idealnya berusia 21 tahun, sedangkan untuk laki-laki idealnya berusia 25 tahun. Usia ideal menikah ini berhubungan dengan kesiapan fisik, mental, hingga finansial dalam pernikahan.
Dampak positif jika usia menikah lebih matang adalah berhubungan dengan kematangan secara emosi dan kedewasaan dalam menyikapi kehidupan pernikahan. Dampak apabila menikah di usia yang belum matang akan menyebabkan pengetahuan tentang pernikahan masih minimal, emosi yang belum stabil sehingga menyebabkan stress dan tertekan, angka kematian ibu-anak semakin tinggi, dan tekanan ekonomi pasangan suami istri semakin tinggi.
Kesiapan Emosi
Kedua pasangan harus belajar saling mengerti dan memahami satu sama lain. Oleh karena itu, sebelum perempuan menikah, kesiapan emosi yang stabil sangat diperlukan. Kestabilan emosi menjadi latar belakang pasangan untuk belajar mengelola emosi dan memiliki emosi yang matang. Dampak positif dari kesiapan emosi adalah dapat memiliki kemampuan memahami perasaan diri sendiri dan orang lain, dapat mengelola perasaan dan mengungkapan perasaan sesuai dengan porsinya, dan dapat mengungkapkan serta menjalin keterbukaan dengan orang di sekitar. Jika tidak memiliki kesiapan emosi yang baik maka individu akan mengalami permasalahan dengan orang sekitar karena terjadinya kesalahpahaman, tidak dapat mengungkapkan keinginan dan harapannya, dan memungkinkan terjadinya pertengkaran atau perselisihan.
Kesiapan Fisik
Kesiapan lainnya yang perlu menjadi perhatian sebelum perempuan menikah adalah kondisi fisik. Lebih dari sekadar penampilan fisik saat di pelaminan, kondisi kesehatan yang prima juga dibutuhkan. Dampak positif apabila seseorang memiliki kesiapan fisik yang baik adalah individu dapat merawat dan membersihkan diri dengan baik sehingga dapat melakukan hubungan seksual dengan baik. Dampak jika tidak dipersiapkan dengan baik maka individu kurang optimal dalam melakukan hubungan seksual dan merawat anak serta tidak dapat menjaga kesehatannya dengan baik.
Keterampilan Hidup
Hal lainnya yang dinilai penting adalah keterampilan dasar dalam berumah tangga. Keterampilan yang dibutuhkan ialah pekerjaan rumah seperti membersihkan dan merapikan rumah, memasak, dan mengurus buah hati jika sudah dikaruniai. Apabila individu dapat mempersiapkan keterampilan hidupannya dengan baik maka dapat saling bekerja sama dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Dalam hal ini dapat mewujudkan kepuasan dan kesejahteraan keluarga.
Kesiapan Mental
Kesiapan mental sangat dibutuhkan karena dalam berkeluarga tentu ada begitu banyak tantangan dan permasalahan yang harus dihadapi. Dalam menghadapi tantangan rumah tangga, dibutuhkan kondisi mental yang matang agar mampu mengatasinya dengan baik. Dampak positif dari kesiapan mental yang baik adalah dapat mempersiapkan rencana dengan baik dikarenakan sudah memiliki cara untuk mengantisipasi permasalahan keluarga. Selain itu individu yang memiliki kesiapan ini dapat merencanakan kehidupan pernikahan. Dampak jika tidak memiliki kesiapan mental maka individu akan tertekan dan stress ketika menghadapi permasalahan pernikahan
Kesiapan Interpersonal
Kesiapan interpersonal yang dimaksud di sini menjadi penting karena nantinya pasangan akan hidup bersama dan banyak menghabiskan waktu bersama. Oleh karena itu, pasangan harus mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik. Jika individu memiliki kesiapan interpersonal yang baik maka dapat saling memahami dan peduli sehingga mencapai kepuasan pernikahan dan tercapai kesejahteraan keluarga. Dampak negatif jika tidak memiliki kesiapan interpersonal yang baik adalah individu akan lebih sering mengalami perselisihan dikarenakan tidak mau saling memahami dan peduli dengan orang lain.
Kesiapan Finansial
Kesiapan finansial penting dipersiapkan sebelum wanita menikah. Oleh karena itu, pastikan pasangan memiliki sumber keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan berkeluarga. Dampak positif apabila kesiapan finansial sudah optimal maka keluarga akan dapat mengelola sumber daya dengan baik, mampu mencukupi kebutuhan keluarga, serta dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga sehingga hubungan pasangan suami istri menjadi harmonis. Dampak negatifnya keluarga tidak dapat mengelola sumber daya dengan baik, tidak dapat mencukupi kebutuhan sehingga rawan terjadinya pertengkaran dan perselisihan serta berujung perceraian.
Kesiapan Sosial
Tak hanya untuk diri sendiri dan pasangan, kesiapan sosial juga menjadi hal yang penting sebelum menikah. Setelah menikah, pasangan akan hidup bertetangga. Sebagai keluarga baru, pasangan harus mengasah kepedulian dan kepekaan akan kondisi di sekitarnya. Prinsip kekeluargaan dan gotong royong juga harus selalu dijaga. Apabila individu memiliki kesiapan sosial yang baik maka dapat berhubungan dengan lingkungan sekitar dengan baik, sehingga hubungan dengan keluarga besar dan tetangga menjadi harmonis. Selain itu juga dapat melakukan penyesuaian dan kerjasama dengan masyarakat luas. Jika individu tidak memiliki kesiapan sosial maka individu tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga menyebabkan terjadinya kesalahpahaman.
Kesiapan Moral
Hal yang penting mengingat nantinya setelah wanita menikah dengan pasangan, keduanya mungkin menjadi orang tua. Sebagai orang tua, keduanya perlu bertanggung jawab untuk mendidik dan merawat anak dengan baik. Anak yang tumbuh dalam keluarga dengan pondasi moral kuat biasanya akan mudah beradaptasi menjadi pribadi dengan moral yang kuat pula. Dampak positif jika individu memiliki kesiapan keterampilan hidup KESIAPAN MORAL adalah kemampuan untuk mengetahui dan maka dapat menjalankan peran suami istri dengan optimal sehingga memahami nilai-nilai kehidupan yang baik seperti komitmen, dapat mewujudkan keluarga yang tahan. Dampak negatif jika tidak kepatuhan, kesabaran, dan memaafkan
Kesiapan Intelektual
Dampak positif jika memiliki kesiapan intelektual adalah individu dapat semakin memiliki pengetahuan dan informasi tentang pernikahan, pengetahuan pengasuhan yang banyak sehingga dapat mengatasi apabila terdapat permasalahan atau hambatan. Dampak negatif jika tidak memiliki kesiapan intelektual adalah dapat menyebabkan adanya pertengkaran dan adanya kesalahan
Usia Ideal Untuk Menikah Pada Perempuan
Sesuai perannya sebagai istri dalam sebuah keluarga, usia ideal untuk menikah pada perempuan adalah 21 tahun. Usia 21 merupakan usia minimal menikah pada perempuan karena menentukan kesiapan fisik, terutama hamil dan melahirkan, mental dan emosi serta dimensi kesiapan lainnya. Di beberapa daerah, terutama di perkotaan, karena terkait kesiapan finansial dan akses yang sama antara laki-laki dan perempuan terhadap pendidikan dan pekerjaan, perempuan memilih menikah di atas usia 21 tahun.
Usia Ideal Untuk Menikah Pada Laki-laki
Usia ideal untuk menikah pada laki-laki adalah 25 tahun. Pada usia 25 tahun, dengan pertimbangan perannya sebagai suami, laki-laki sudah memiliki kesiapan finansial, dengan memiliki pendapatan/penghasilan untuk menjalankan fungsi ekonomi keluarga. Di sebagian besar daerah, fungsi ekonomi keluarga sudah menjadi tanggung jawab bersama suami dan istri karena akses yang sama antara laki-laki dan perempuan terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Definisi Pendewasaan Usia Perkawinan
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan mencapai usia 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Batasan ini dianggap sudah siap, baik dipandang dari sisi kesehatan (kesiapan fisik) maupun perkembangan emosional untuk menghadapi kehidupan berkeluarga. Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu saja, akan tetapi juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup dewasa. Apabila seseorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka diupayakan adanya penundaan kehamilan anak pertama. Penundaan kehamilan anak pertama ini disebut sebagai anjuran untuk mengubah "bulan madu" menjadi "tahun madu"
Tujuan Pendewasaan Usia Perkawinan
Selain mematangkan kesiapan fisik, mental, emosional dan lain-lain Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) juga bertujuan untuk:
-
Penurunan tingkat kelahiran
-
Perubahan mendasar pada tingkat pendidikan, struktur ekonomi dan keluarga
-
Perubahan mendasar pada hubungan orangtua dan anak
-
Penurunan kematian ibu, bayi dan anak
-
Mengurangi masa reproduksi perempuan
-
Kesempatan untuk aktualisasi diri bagi perempuan
Pernikahan dini (pernikahan pada usia remaja) cenderung menyebabkan anak remaja mengalami putus sekolah pada usia dini. Akibatnya lama sekolah mereka yang semestinya lebih panjang menjadi lebih cepat. Hal tersebut karena remaja harus membagi pikirannya dalam banyak hal seperti belajar, mengurus suami dan anak.
"anak perempuan yang menikah, memiliki kecenderungan 11 kali lebih besar untuk tidak bersekolah dibandingkan anak perempuan yang masih bersekolah"
Akibat Dari Pernikahan Usia Dini Bagi Remaja Ditinjau Dari Aspek Ekonomi Dan Sosial
Secara umum, remaja yang menikah usia dini seringkali mengalami masalah perekonomian sebagai salah satu sumber ketidakharmonisan keluarga. Pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang memerlukan keterampilan fisik, untuk mendapatkan penghasilan baginya dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga.
Kasus perceraian tertinggi pada kelompok usia 20-24 tahun dengan usia pernikahan belum genap 5 tahun
Perilaku Berisiko
Perundungan atau Bullying
Bullying merupakan salah satu tindakan serangan yang dilakukan satu orang dengan tujuan untuk menyakiti atau mengganggu orang lain atau korban yang lebih lemah darinya. Mereka yang menjadi korban bullying kemungkinan akan menderita depresi dan kurang percaya diri, yang pada akhirnya korban bullying menjadi kesulitan dalam bergaul.
Beberapa Bentuk Tindakan Bullying
-
Bullying dalam bentuk fisik: memukul, mendorong, mengancam secara fisik, memelototi dan mencuri barang
-
Bullying dalam bentuk psikologis: pelecehan seksual, mengucilkan, menyebarkan gosip, mengancam, gurauan yang mengolok-olok dan mengasingkan seseorang secara sosial
-
Bullying dalam bentuk verbal: hinaan, bentakan, menggunakan kata-kata kasar, menyindir, memanggil dengan julukan dan dipaksa melakukan telepon bertema seksual/phone sex dll
Di era serba modern seperti sekarang ini bahkan tindakan bullying juga menjadi "terfasilitasi" dengan gadget dan media sosial (cyber bullying)
Kekerasan Seksual
Setiap tindakan, baik berupa ucapan ataupun perbuatan, yang dilakukan seseorang untuk menguasai atau memanipulasi orang lain serta membuatnya terlibat dalam aktivitas seksual yang tidak dikehendaki.
Aspek Penting Dalam Kekerasan Seksual
-
Aspek pemaksaan dan tidak adanya persetujuan dari korban
-
Korban tidak/belum mampu memberikan persetujuan (misalnya kekerasan seksual pada anak atau individu yang mengalami disabilitas intelegensi)
Untuk menghindari terjadinya kekerasan seksual perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
-
Tanamkan pada diri sendiri bahwa: "TUBUH KITA MERUPAKAN MILIK PRIBADI YANG BERHARGA"
-
Tidak semua orang boleh menyentuh bagian pribadi seperti alat kelamin dan dada, kecuali pada saat tertentu seperti saat sedang diperiksa oleh dokter
-
Bedakan 'SENTUHAN BOLEH' dan 'SENTUHAN TIDAK BOLEH'. 'SENTUHAN BOLEH' didasarkan niat baik seperti ibu membelai kepala anak. 'SENTUHAN TIDAK BOLEH' sering dihubungkan dengan niat yang menuju ke arah seksual, seperti memegang dada, alat kelamin atau bokong
-
Berani berkata 'TIDAK' pada setiap ajakan yang mengarah kekerasan seksual
-
Biasakan budaya malu dengan TIDAK MEMPERLIHATKAN AURAT kepada orang lain, seperti berpakaian yang sopan
-
SEGERA MELAPOR ke orang terdekat dan dipercaya apabila melihat atau mengalami peristiwa yang tidak diinginkan
Hubungan Seksual Sebelum Menikah
Hubungan seksual yang dilakukan sebelum menjadi pasangan yang sah atau sebelum menikah. Hubungan seks sebelum menikah biasanya dimulai dari pacaran. Oleh karena itu, untuk menghindari hubungan seks sebelum menikah, hindarilah perilaku pacaran beresiko. Hubungan seks sebelum menikah perlu dihindari karena beresiko akan terjadinya kehamilan. Bila kehamilan terjadi namun remaja tidak siap, akan beresiko menjadi Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD).
Hubungan Seksual Dengan Lebih Dari Satu Pasangan
Hubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan yang tidak tetap meningkatkan risiko terjadinya penularan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV-AIDS. Hal itu dikarenakan kita tidak mengetahui riwayat kesehatan pasangan seksual tersebut. Selain itu, hubungan seksual berganti pasangan juga merupakan salah satu faktor risiko kanker leher rahim (kanker serviks).
Hubungan Seksual Di Usia Yang Terlalu Muda
Memulai hubungan seksual sebelum usia 16 tahun meningkatkan risiko kanker serviks sebesar 2 kali lipat dibandingkan mereka yang memulai hubungan seksual di usia 21 tahun ke atas. Penelitian juga menunjukkan risiko Kehamilan Tidak Diinginkan yang lebih tinggi pada remaja yang memulai hubungan seksual di usia yang lebih muda, khususnya di bawah 15 tahun. Tak hanya itu, di masa awal remaja, organ dan alat reproduksi belum berkembang sempurna dan kehamilan bisa jadi sangat berbahaya.
Hubungan Seksual Transaksional
Aktivitas seksual transaksional, yaitu yang dilakukan untuk mendapatkan imbalan, misalnya uang atau barang, berisiko membawa dampak negatif bagi kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Hal tersebut terjadi karena adanya ketidakseimbangan relasi kuasa yang mempersulit posisi seseorang dalam bernegosiasi demi perilaku seks yang aman.
Hubungan Seksual Lewat Anus (Seks Anal)
Masalah kesehatan yang lebih rentan muncul pada seks anal, misalnya penularan penyakit menular seksual termasuk HIV serta kanker anus. Seks anal banyak ditemukan pada kelompok lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL), meskipun tidak terbatas hanya kepada kelompok tersebut.
Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)
Jika kehamilan yang terjadi pada perempuan merupakan suatu hal yang tidak diharapkan atau diinginkan, itu yang dimaksud dengan KTD. KTD pada remaja terjadi karena (I) ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat menyebabkan kehamilan, dan (2) hal lain seperti pemerkosaan, dll. Bisa saja KTD dialami oleh perempuan yang sudah menikah, karena kegagalan KB, karena jumlah anak sudah banyak atau kondisi dimana anak masih kecil atau memang belum ingin memiliki anak, kemudian terjadi kehamilan.
Secara konseptual, istilah KTD juga bisa diartikan sebagai Kehamilan Tidak Dikehendaki (Unintended Pregnancy). Kehamilan yang tidak dikehendaki adalah kehamilan yang terjadi baik karena alasan waktu yang tidak tepat (mistimed) atau karena kehamilan tersebut tidak diinginkan (unwanted). Jika seorang perempuan tidak menginginkan kehamilan ketika terjadi pembuahan (konsepsi), tapi masih menginginkan kehamilan di masa mendatang, maka kehamilan tersebut bisa dikategorikan sebagai kehamilan yang terjadi tidak pada waktu yang direncanakan (mistimed / unplanned). Ketika seorang perempuan tidak menginginkan kehamilan yang terjadi dengan berbagai alasan dan tidak ingin ada kehamilan di kemudian hari, maka kehamilan tersebut bisa dikategorikan sebagai kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted).
Aborsi Tidak Aman
Aborsi atau abortus secara kebahasaan berarti keguguran kandungan, pengguguran kandungan, atau membuang janin. Aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu, sebelum janin dapat hidup di luar kandungan secara mandiri. Tindakan aborsi berhubungan dengan kehamilan yang terjadi karena hubungan seksual pranikah atau status kehamilan tidak diinginkan.
Tindakan aborsi mengandung risiko yang cukup tinggi apabila dilakukan tidak sesuai standar profesi medis. Karena berbahaya, tindakan aborsi di Indonesia merupakan hal ilegal menurut Undang Undang Kesehatan kecuali karena adanya indikasi medis dan akibat dari perkosaan. Karena ilegal, maka banyak perempuan memilih melakukan aborsi tidak aman.
"Karena berbahaya, aborsi (pengguguran kandungan) dilarang keras (ilegal) dengan alasan apapun kecuali untuk menyelamatkan jiwa ibu" (Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan larangan aborsi di Indonesia adalah pasal 346 KUHP dan pasal 347 KUHP.
Beberapa contoh upaya aborsi dengan (I) pengunaan ramuan yang membuat panas rahim seperti nanas muda yang dicampur dengan merica atau obat-obatan yang keras lainnya, (2) manipulasi fisik seperti melakukan pijatan pada rahim agar janin terlepas dari rahim, (3) menggunakan alat bantu tradisional yang tidak steril seperti ujung bambu yang diruncingkan yang sehingga dapat mengakibatkan infeksi pada rahim.
Dampak Aborsi Tidak Aman
-
Jika dilakukan dengan menggunakan alat-alat tidak standar dan tajam misalnya lidi, ranting pohon, atau yang lainnya, maka resiko rahim robek atau luka besar sekali
-
Rahim yang lebih dari 3 kali di aborsi berisiko infeksi, atau bahkan memicu tumbuhnya tumor
-
Aborsi ilegal yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli, dapat menyebabkan proses kuretasi tidak bersih hingga menjadi pendarahan hebat
-
Peralatan yang tidak steril akan memicu munculnya infeksi di organ reproduksi wanita
-
Bagi pelaku, rasa berdosa yang timbul karena aborsi dapat menyebabkan mereka menderita depresi, berubah kepribadiannya menjadi introvert
-
Jika pelaku aborsi kelak hamil kembali dengan kehamilan yang diinginkan, maka kehamilan tersebut ada kemungkinan besar akan bermasalah, atau janin dapat mengalami masalah pada mata, otak atau alat pencernaannya
Pernikahan Dini
Apa itu Pernikahan?
Pernikahan atau dalam perundang-undangan di Indonesia disebut perkawinan adalah ikatan lahit dan batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
​
Ketika sudah berkeluarga, suami dan istri akan menjalankan fungsi-fungsi keluarga. Untuk mampu menjalankannya, remaja laki-laki dan perempuan sebagai calon pasangan yang akan membangun keluarga perlu memiliki kesiapan. Ada banyak kesiapan yang harus dimiliki sebelum seseorang berkeluarga di antaranya kesiapan usia. Usia seseorang saat menikah akan menentukan kesiapan lainnya seperti fisik, mental dan emosional.
Berapa Usia Ideal Sebaiknya Seseorang Menikah?
Sesuai perannya sebagai istri dalam sebuah keluarga, usia ideal menikah untuk perempuan adalah 21 tahun. Usia 21 merupakan usia minimal menikah pada perempuan karena menentukan kesiapan fisik, terutama hamil dan melahirkan, mental dan emosi serta dimensi kesiapan lainnya.
Usia ideal untuk menikah pada laki-laki adalah 25 tahun. Pada usia 25 tahun, dengan pertimbangan perannya sebagai suami, laki-laki sudah memiliki kesiapan keuangan, dengan memiliki pendapatan/penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Apa itu Pernikahan Dini?
Pernikahan /perkawinan dini (early marriage) adalah pernikahan yang dilakukan pada saat salah satu atau keduanya belum memenuhi usia ideal untuk menikah (perempuan belum berusia 21 tahun dan laki-laki belum berusia 25 tahun). Sedangkan PERNIKAHAN/PERKAWINAN ANAK adalah perkawinan yang dilakukan yang dilakukan pada saat salah satu atau keduanya masih berusia anak,yaitu kurang dari 18 tahun.
-
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 6 menyebutkan bahwa: (1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai; dan (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orangtua.
-
Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 98 ayat 1, Bab XIV tentang Pemeliharaan Anak, yaitu; “Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah dua puluh satu tahun,sepanjang anak tersebut tidak cacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan”.
Apa saja yang menjadi alasan terjadinya Pernikahan Dini?
-
Alasan Kultural : Untuk memastikan sang anak menikah dengan seseorang yang dipercaya keluarga akan merawatnya. Di wilayah dimana perkawinan biasa dilakukan di usia yang lebih muda, perempuan yang terlambat kawin bisa mendapat predikat “perawan tua”.
-
Alasan Ekonomis : Beberapa orang tua memberikan anak perempuannya untuk dinikahi dengan tujuan untuk mendapatkan mas kawin, yang dapat berupa uang, barang, atau ternak.Ada juga yang menikahkan anak perempuannya untuk melunasi hutang. Beberapa orang memberikan anaknya untuk dinikahi sebagai hadiah untuk menunjukkan rasa hormatnya terhadap seseorang individu/tokoh.
-
Untuk mempertahankan ‘kemurnian’ sang anak dan menghindari konsekuensi sosial dari kehamilan usia anak (remaja perempuan yang hamil namun belum bersuami mengalami stigma,sehingga sering kali dianggap lebih baik menikah saja).
-
Untuk menjaga nama baik keluarga pada saat seorang anak perempuan hamil di usia anak, di luar nikah, walaupun sering kali perkawinan dengan alasan seperti ini menjadi beban karena anak belum siap secara mental untuk menjalani kehidupan rumah tangga, terlebih lagi jika perempuan dan laki-laki sama-sama masih usia anak.
Apa Dampak dari Pernikahan Dini?
Aspek Ekonomi dan Sosial
-
Secara umum, seringkali mengalami masalah perekonomian yang berperan dalam mewujudkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
-
Daya saing rendah untuk mendapatkan pekerjaan formal dengan jenjang karir yang baik.
-
Kehilangan komunitas/ teman karena waktu terkuras untuk mengurus anak dan keluarga.
-
Kurang optimalnya pengasuhan anak (aspek pengetahuan/intelektual pengasuhan belum siap)
Aspek Psikologis
-
Emosi yang tidak stabil dapat memicu retaknya hubungan rumah tangga (pertengkaran)
-
Rentan mendapatkan perlakuan kekerasan berbasis gender.
-
Berpotensi mengalami kegagalan dalam membangun keluarga (perceraian)
-
Kondisi emosional yang labil ketik pasca melahirkan (baby blues)
-
Mengalami ketidakstabilan emosi (stress/depresi) karena tuntutan sebagai orang tua muda.
-
Dampak Pendidikan
Pernikahan dini cenderung menyebabkan pelakunya mengalami putus sekolah. Mereka memiliki kemungkinan 11 kali lebih tinggi untuk tidak bersekolah (putus sekolah) dibandingkan dengan anak perempuan yang masih bersekolah.
​
-
Dampak Kesehatan
Berisiko mengalami masalah kesehatan reproduksi seperti kanker leher rahim dan trauma fisik pada organ intim. Jika sampai terjadi kehamilan di usia dini, risiko kesehatannya lebih tinggi, yaitu :
-
Tekanan darah tinggi. Risiko yang lebih berat mungkin akan terjadi,yakni eklampsia (kejang-kejang).
-
Kelahiran bayi prematur (lahir sebelum usia 38 minggu)
-
Bayi kekurangan berat badan atau berat badan saat lahir rendah (BBLR)
-
Memiliki kecenderungan yang tinggi untuk melahirkan anak yang stunting:makin muda usia ibu saat melahirkan, makin besar kemungkinannya untuk melahirkan anak yang stunting (Finlay, Ozaltin and Canning, 2011).
-
Proses persalinan yang memakan waktu lama
-
Kematian ibu dan janin: pendarahan saat melahirkan disebabkan karena otot rahim yang terlalu lemah menyebabkan perdarahan relatif lebih sulit berhenti.